Jatiluwih di Bali Siap Terima Kunjungan Delegasi World Water Forum

banner 468x60

BALI, jurnal-ina.com – Desa wisata Jatiluwih Bali terpilih sebagai destinasi wisata yang akan dikunjungi delegasi World Water Forum ke-10, forum air internasional terbesar di dunia yang akan diselenggarakan pada 18 – 25 Mei 2024 di Bali.

World Water Forum ke-10 akan menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk memperkenalkan keragaman budaya dan pariwisata, khususnya Bali kepada dunia, dan juga bagaimana Indonesia menjaga dan merawat sumber daya alam sebagai bagian dari budaya dan juga sumber kehidupan.

Jatiluwih telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada 2012. Desa ini merupakan representasi dari pengembangan pariwisata Indonesia di masa depan, yaitu pariwisata yang berbasis keberlanjutan lingkungan (sustainable tourism).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S. Uno, mengatakan bahwa Kemenparekraf/Baparekraf akan terus mendukung upaya-upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Jatiluwih.

“Kami sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Jatiluwih karena hal tersebut sejalan dengan kebijakan di Kemenparekraf yang beralih dari quantity tourism ke quality tourism,” kata Sandiaga, Sabtu (27/4/2023).

Terkenal dengan sistem subaknya, Desa Jatiluwih menghasilkan padi sebagai komoditas utama hasil pertaniannya. Menurut sumber lokal, beras merah yang dihasilkan di wilayah Jatiluwih merupakan beras merah yang terbaik di wilayah Bali. Subak merupakan organisasi tradisional mengatur sistem irigasi yang digunakan untuk cocok tanam padi di Bali.

Uniknya, selain dijual, masyarakat lokal juga mengolah beras merah tersebut menjadi teh yang bermanfaat bagi kesehatan di antaranya membantu menurunkan berat badan, menjaga keseimbangan gula darah, menurunkan kolesterol dan sebagai sumber anti oksidan. Teh beras ini telah diproduksi secara komersil dan dipasarkan di wilayah Bali.

Ke depan, pengelolaan persawahan di Jatiluwih akan diarahkan ke konsep organic farm, di mana 100% pupuk yang digunakan merupakan pupuk alami, misalnya seperti kotoran sapi milik penduduk lokal. Itu diharapkan semakin menambah manfaat ekonomi yang diterima masyarakat setempat, serta menjadi contoh penerapan sustainable tourism karena lebih ramah lingkungan.

Hal ini juga merupakan suatu bentuk implementasi dari community-based tourism, yang melibatkan masyarakat setempat untuk saling bekerjasama dalam pengembangan pariwisata.

Ketua DTW desa wisata Jatiluwih, Ketut Purna Jhon, menyampaikan bahwa Jatiluwih merupakan destinasi wisata yang dimiliki oleh personal. Karena daya tarik utamanya adalah persawahan yang dimiliki oleh banyak petani setempat.

“Petani-Petani Setempat”

“Jadi, kami berusaha untuk merangkul petani-petani setempat untuk bersama-sama mendukung program besar ini karena pengembangan pariwisata di Jatiluwih tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Perlu keterlibatan banyak pihak, terutama petani setempat, untuk akhirnya nanti menggerakkan ekonomi lokal,” kata Purna.

Pihaknya terus mendorong masyarakat untuk turut menjaga kelestarian alam agar sumber mata air di sana tetap terjaga kelestarian dan kebersihannya dengan menjaga kelestarian hutan setempat.

Desa wisata Jatiluwih memiliki beberapa aktivitas untuk ditawarkan kepada wisatawan, di antaranya trekking sambil menikmati keindahan rice terrace atau teras ring, bersepeda, demo masak, serta berkunjung ke perkebunan kopi, alpukat dan durian.

Menurut Purna, dalam rangka menyambut delegasi World Water Forum, desa wisata Jatiluwih akan dihias dengan banyak penjor. Selain itu, para delegasi juga akan disambut dengan tari tradisional Bali, yaitu Tari Rejang yang diiringi dengan musik tumbuk lesung.

“Jika memungkinkan, kami juga akan menyuguhkan Jaje Laklak kepada delegasi World Water Forum. Jaje Laklak ini mirip seperti kue serabi, tetapi dibuat dengan bahan dari beras merah,” ujarnya.

Selain berkunjung ke Jatiluwih, delegasi World Water Forum juga akan diajak melakukan prosesi melukat, yang merupakan salah satu tradisi atau upacara yang biasa dilakukan oleh umat Hindu, khususnya di Bali.

Melukat dimaksudkan untuk menyucikan jiwa dari hal-hal tidak baik dengan menggunakan media air yang bersumber dari mata air. Istilah melukat datang dari kata ‘Sulukat’, yang mana ‘Su’ artinya baik, serta ‘lukat’ artinya ‘penyucian’. Jadi, secara sederhana, melukat dapat diartikan sebagai penyucian yang baik.

Pada dasarnya, melukat bertujuan untuk menyegarkan pikiran. Hal ini berkaitan dengan proses melukat yang dominan dilakukan di bagian area kepala. Selama proses melukat, para pengikut upacara melukat akan diguyurkan air suci yang diharapkan dapat membuat hati merasa lebih tenang dan menyegarkan jiwa.

Namo Fitzgerald

Satu sudut panorama di Desa Wisata Jatiluwih Bali. Foto: Humas.

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *