JAKARTA, jurnal-ina.com – SEORANG perempuan berjalan menuju panggung. Mengenakan busana sederhana, dibalut baju putih. Masih muda. Berhijab. Dan menenteng gitar. Sosok itu mengundang penasaran yang hadir. Saya pun menebak dia akan bernyanyi. Dengan lagu pop atau komposisi lain yang lagi hits. Apalagi sebelumnya diperkenalkan oleh MC (master of ceremony) sebagai “Rising Star”, jebolan ajang pencarian bakat disatu TV nasional.
Alangkah terkejutnya saya, saat pertamakali mendengar tarikan vokalnya. Suaranya bening. Yang bikin penasaran, lirik lagunya. Sayup-sayup cukup familiar. Aransemen musiknya terdengar lain dari biasanya.
Tebakan saya meleset. Dengan petikan gitar elektrik ditangan, dia melantunkan lagu daerah Bugis dari Sulawesi Selatan. Judulnya: “Tana Ogi Wanuaku”. Lagu lawas yang sejatinya bernada sedih, mengisahkan kerinduan seorang perantau akan kampung halamannya. Tapi dia membawakan dengan ungkapan gembira (rhapsody). Oleh perempuan muda ini, satu senandung lokal mengalami transformasi. Lebih ngepop, asyik dan irama musiknya kekinian.
Itu kesan saya dalam dalam suatu kesempatan pulang kampung. Di Makassar, Sulawesi Selatan. Awal Maret 2022. Menghadiri hajatan akbar alumni Universitas Hasanuddin (Unhas). Dipenghujung kegiatan, panitia menyajikan acara ramah tamah dan hiburan.
Perempuan muda itu dipanggil Anggi. Lengkapnya Nurul Athifah Anggraeni. Itu nama dunia nyata. Di dunia maya namanya: Anggi Athifah. Sudah tersebar diberbagai channel dan platform sosial media. Kenal? Kalau anda warga netizen, pasti tahu perempuan bertubuh mungil yang memiliki kemampuan olah vokal di atas rata-rata.
Sejak kapan Anggi suka membawakan lagu-lagu daerah?
“Sudah lama sejak kecil. Saat dia masih berusia sembilan tahun. Waktu itu pertama kali tampil di acara Jumbara PMI,” kata Darmawansyah Rachman, sang ayah yang kebetulan duduk satu meja dengan saya. Ada juga ibunya Masnidar.
“Keinginan siapa?” tanyaku.
“Dia sendiri,” jawab ibunya yang berdarah Bugis Soppeng.
“Teater Tiga”
Sebenarnya ini pertemuan kedua saya dengan Anggi. Kali ini dia kelihatan lebih dewasa. Sebelumnya dia aktif dalam kelompok “Teater Tiga”, salahsatu eskul masa SMA-nya. Bukan sebagai pemain atau aktris. Tapi penata musik. Beberapa kali Anggi dkk menyabet jawara festival teater pelajar antar SMA Se-Sulawesi Selatan. “Anak ini berbakat. Suaranya bagus….,” bisik saya dalam hati.
Anggi lahir di kota Makassar. Persisnya, tiga hari sebelum hari kemerdekaan Indonesia, 14 Agustus 2000. Anak sulung dari dua bersaudara. Dia selalu bangga sekolah di SMA yang sama dengan “Pak JK” (Jusuf Kalla)- Wapres RI ke-10 dan 12, yakni SMA 3 Kota Makassar. Di sekolah berlokasi di Jalan Baji Areng itulah yang dulu dikenal sekolahnya para aktivis.
Dia alumnus Universitas Hasanuddin (Unhas). Lulusan cum laude di Jurusan Komunikasi, pertengahan 2022. Kini, Anggi tinggal di Makassar. Bersama orang tuanya. Masih jomblo. 22 tahun.
Tercatat sudah banyak lagu daerah yang dia aransemen ulang. Juga pernah ikut kontes nyanyi di satu televisi swasta. Beberapa cover lagu daerah-nya saya koleksi. Mudah didapatkan. Tersebar di platform sosial media. Bahkan, saya juga temukan ada lagu daerah yang dicover dengan musik swing jazz oleh komunitas pemusik jazz setempat.
Sebenarnya sebelum Anggi, effort serupa sudah dilakukan oleh sejumlah penyanyi dengan tembang daerah Jawa. Sebut saja almarhum Didi Kempot dengan “campur sari”nya. Kemudian generasi berikutnya ada penyanyi Via Valen, Denny Caknan dan terakhir muncul dan sempat viral penyanyi cilik Farel Prayoga dengan lagu Jawa “Ojo Dibandingke”.
Boleh dibilang, Anggi dan banyak penyanyi lainnya adalah produk talenta unggul yang lahir dan berkembang dari rahim kemajuan teknologi di era disrupsi dan popularitasnya terdongkrak melejit bak meteor dari berbagai event, kontes serta ajang pencarian bakat yang marak tersaji di layar kaca.
Lalu publik dimudahkan mengakses, meng-create serta memproduksi narasi dan broadcast yang menimbulkan euforia dan viral. Masyarakat, terutama netizen kemudian terlibat dalam kemudahan meng-campaign kreativitasnya. Mereka beruntung, menemukan momentumnya.
Itu satu hal. Hal lain, karena yang membawakannya seorang anak muda. Mengapa? Pada masa sekarang tidak banyak–kalau tidak mau dibilang langka–kaum muda dari generasi milenial yang tertarik. Apalagi mau mempopulerkan lagu-lagu daerah. Mereka lebih suka dan tertarik dengan lagu pop, lagu asing, Tiktok dan semacamnya.
RM
Anggi Athifah atau Nurul Athifah Anggraeni bersama gitarnya. Foto: RM