Tata Kelola Desa dan Pengelolaan SDM Menuju Keunggulan Berkelanjutan
Jurnal-ina.com – Universitas Hasanuddin kembali menorehkan sejarah akademiknya melalui pengukuhan tiga profesor baru pada Rapat Paripurna Senat Akademik yang berlangsung khidmat di Ruang Senat UNHAS 19 Agustus 2025. Ketiga guru besar yang dikukuhkan berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan mewakili tiga bidang keilmuan strategis: manajemen kinerja, akuntansi sektor publik, serta sistem informasi akuntansi dengan fokus pada manajemen sumber daya manusia.
Prof. Dr. Nurdjanah Hamid, M.Si. dengan orasi ilmiah bertajuk “The Impact of Strategic Leadership toward Sustainability Performance Management”, Prof. Dr. Aini Indrijawati, M.Si., Ak., CA. dengan orasi “Mewujudkan Good Village Governance: Inovasi Digital dan Imunitas terhadap Fraud Dana Desa”, dan Prof. Dr. Ria Mardiana Yusuf, M.Si. dengan orasi “Rekayasa Manajemen Sumber Daya Manusia Menuju Manajemen ‘Human Capital’ Berbasiskan K2T (Kompetensi, Komitmen dan Talenta)”. Ketiga pidato ilmiah tersebut tidak hanya menggambarkan kepakaran masing-masing, tetapi juga menawarkan gagasan strategis untuk menjawab tantangan dunia nyata. Dalam perspektif akademisi momentum ini bukan sekadar seremoni, melainkan kontribusi konkret terhadap diskursus keilmuan dan empirik.
Paparan Prof. Nurdjanah Hamid diawali dengan menguraikan evolusi teori kepemimpinan — dari Great Man Theory hingga Transformational Leadership. Tantangan organisasi modern tidak lagi sekadar mempertahankan profitabilitas tetapi memastikan keberlanjutan (sustainability) melalui sistem manajemen kinerja yang strategis. Peter Drucker dan Kaplan & Norton menyatakan bahwa apa yang diukur akan terkelola (what gets measured gets managed), namun apa yang selaras akan bertahan (what gets aligned gets sustained). Keselarasan inilah yang menurutnya menjadi inti kepemimpinan strategis: memastikan visi, siste, dan perilaku organisasi bergerak seiring demi keberlanjutan.
Dalam kerangka itu Management by Objectives (MBO), Balanced Scorecard (BSC) dan Malcolm Baldrige Performance Excellence Framework merupakan instrumen kunci. MBO memberi arah dan indikator kinerja yang jelas, BSC memastikan keseimbangan perspektif keuangan dan non-keuangan, sedangkan Baldrige mengintegrasikan kepemimpinan, strategi dan budaya organisasi. Studi kasus seperti transformasi digital BRI dan Sustainable Living Plan Unilever menjadi bukti bahwa kombinasi kepemimpinan strategis dan kerangka kinerja menyeluruh mampu mendorong daya saing sekaligus tanggung jawab sosial. Di tingkat nasional, contoh seperti PT Pertamina dalam Pertamina Sustainability Pathway menunjukkan bahwa pengukuran kinerja yang terintegrasi dengan ESG dapat menghasilkan dampak ganda: efisiensi bisnis dan keberlanjutan lingkungan.
Sementara itu, Prof. Aini Indrijawati menyoroti level pemerintahan paling dekat dengan Masyarakat yakni pemerintahan desa. Dalam orasinya, dia menegaskan bahwa Dana Desa yang sejak 2015 digelontorkan pemerintah dengan tujuan pemerataan pembangunan telah membawa capaian positif, namun juga menyisakan kerentanan, terutama terhadap praktek kecurangan (fraud). Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) 2022, tercatat 154 kasus korupsi sektor desa pada 2021, dengan lebih dari separuh melibatkan kepala desa. Modus yang dominan meliputi penggelapan, mark-up dan laporan fiktif. Prof. Aini menawarkan pendekatan berbasis Good Village Governance yang mengintegrasikan inovasi digital dan sistem imunitas terhadap fraud. Implementasi aplikasi seperti Siskeudes, Open Data Desa, dashboard transparansi keuangan, hingga potensi integrasi blockchain, menurutnya, dapat menciptakan sistem yang transparan, partisipatif dan akuntabel.
Konsep “Immune System of Governance” yang diadaptasi dari Bovens dan Schillemans (2009) menempatkan teknologi sebagai lapisan perlindungan yang proaktif. Early Warning System (EWS) berbasis algoritma dan audit digital berbantuan kecerdasan buatan dapat mendeteksi pola penyimpangan sedini mungkin, jauh sebelum audit manual menemukan masalah. Namun, Ketua Program Studi Magister Akuntansi ini juga menggarisbawahi tantangan implementasi, mulai dari keterbatasan infrastruktur internet di desa, rendahnya literasi digital aparat, hingga resistensi budaya birokrasi terhadap keterbukaan. Bagi Prof. Aini, keberhasilan transformasi ini hanya mungkin dicapai melalui sinergi pemerintah pusat, daerah, akademisi dan masyarakat.
Trandformasi Menuju Industri 5.0
Prof. Ria Mardiana Yusuf mengangkat isu sumber daya manusia (SDM) dalam konteks revolusi industri 4.0 dan transisi menuju industri 5.0. Beliau menyoroti bahwa era disrupsi teknologi memaksa organisasi untuk tidak hanya mengadopsi inovasi, tetapi juga menempatkan manusia sebagai pusatnya. Konsep Human Capital Management (HCM) berbasis K2T: Kompetensi, Komitmen dan Talenta. Berbeda dengan manajemen SDM konvensional yang cenderung administratif, HCM memandang SDM sebagai aset intelektual strategis yang harus dikembangkan secara berkelanjutan. Prof. Ria menekankan pentingnya competency and talent mapping untuk mengidentifikasi potensi individu, memfasilitasi reskilling dan redeployment, serta memastikan keterhubungan antara kemampuan personal dengan strategi organisasi.
Dalam dunia kerja yang semakin terdigitalisasi, organisasi perlu bersikap agile agar mampu beradaptasi dengan cepat dan memanfaatkan integrasi teknologi untuk memaksimalkan talenta. Dia mengingatkan bahwa investasi pada pengembangan kompetensi dan talenta bukanlah beban biaya, melainkan strategi penciptaan nilai jangka panjang.
Meski berasal dari bidang kajian berbeda tetapoi bertemu dalam satu visi besar: keberlanjutan (sustainability) sebagai orientasi strategis. Prof. Nurdjanah menekankan keberlanjutan pada tingkat organisasi melalui kepemimpinan strategis dan kerangka kinerja. Prof. Aini mengartikulasikannya di tingkat pemerintahan desa dengan tata kelola yang bersih dan berbasis digital. Prof. Ria membawanya ke dalam ranah SDM dengan penguatan modal manusia berbasis kompetensi dan talenta.
Bagi akademisi, ketiga gagasan ini menunjukkan bahwa keberlanjutan bukanlah konsep tunggal, tetapi jaringan ide yang saling menguatkan. Kepemimpinan tanpa tata kelola yang bersih akan kehilangan legitimasi; tata kelola tanpa SDM berkualitas akan stagnan; SDM unggul tanpa visi strategis akan kehilangan arah.
Secara metodologis, ketiganya juga menampilkan pendekatan lintas disiplin. Prof. Nurdjanah menggabungkan teori manajemen kinerja dengan studi kasus korporasi; Prof. Aini memadukan kajian akuntansi sektor publik dengan teknologi informasi; Prof. Ria mengintegrasikan teori manajemen SDM dengan dinamika transformasi digital global. Bagi komunitas akademik, pengukuhan ini memperkaya khazanah keilmuan Universitas Hasanuddin sekaligus memperluas jangkauan riset interdisipliner. Buah pemikiran ketiga guru besar tersebut akan menjadi katalis bagi penelitian kolaboratif yang menghubungkan isu manajemen, tata kelola publik dan pengelolaan SDM dalam satu kerangka keberlanjutan.
Dari sisi kebijakan publik, gagasan ini memberikan referensi praktis. Pemerintah daerah dapat mengadopsi kerangka kepemimpinan strategis ala Prof. Nurdjanah untuk meningkatkan kinerja birokrasi. Program Smart Village yang diusulkan Prof. Aini bisa menjadi prototipe nasional dalam pencegahan fraud. Sementara, strategi HCM berbasis K2T dari Prof. Ria dapat diadaptasi dalam reformasi birokrasi dan pengembangan aparatur sipil negara. Selain itu, sinergi antara universitas dan pemangku kepentingan eksternal menjadi kunci. Pidato ini mengisyaratkan pentingnya kampus bukan hanya sebagai pusat pembelajaran, tetapi sebagai mitra strategis pemerintah dan industri dalam menghadapi tantangan masa depan.
NM
Profesor Dr. Ria Mardiana Yusuf, M.Si. serta Prof. Dr. Nurdjanah Hamid, M.Si. Foto: NM.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com