Oleh: Mursalim Nohong
Jurnal-ina.com – Rasanya jargon “Sidrap menyala abangku” pantas disematkan bagi kabupaten di Sulawesi Selatan ini.Pasalnya, hampir tiap hari ruang imajinasi publik disajikan informasi dan berita maraknya sindikat penipuan online yang dilakukan passobis.
Pada sisi lain, praktek “penyakit masyarakat” 4S tersebut seakan telah diterima oleh sebagian masyarakat sebagai satu gaya hidup (life style) kalangan generasi Z.
Kekuatan alias bargaining power pemegang saham dibalik itu semua tidak tergoyahkan bahkan seringkali menumbangkan otoritas dan legitimasi pemerintah setempat. Bahkan muncul adagium: “kalau ada pejabat (terutama aparat keamanan) yang berani menegur apalagi mengganggu praktek-praktek 4S dan derivasinya akan segera dipindahkan atau dinonjobkan,” menjadi satu kenyataan di tengah upaya pemerintah daerah melakukan pembenahan.
Di penghujung bulan ini, tepatnya kamis 24 April 2025 tim Kodam XIV/Hasanuddin menangkap 40 orang yang tergabung dalam sindikat penipuan online atau passobis di Kabupaten Sidrap. Para pelaku beraksi dengan modus mencatut nama pejabat Kodam Hasanuddin.
Peristiwa ini menjadi saksi paling tidak untuk tiga alasan. Pertama, praktek penipuan yang marak di masyarakat Sidrap dengan sebutan passobis memang betul ada bahkan telah terorganisir pada beberapa kelompok di mana masing-masing kelompok memiliki anggota kurang lebih 50 orang anak muda generasi Z yang seharusnya mengambil peran strategis di tahun 2045.
Kedua, keterlibatan pihak lain (dalam hal ini TNI) seolah menunjukkan kurang seriusnya aparat yang seharusnya bertanggungjawab menganani peristiwa tersebut. Ketiga, keberanian melakukan tindakan berulang seolah menunjukkan bahwa sanksi yang dikenakan kepada pelaku tidak cukup kuat memberikan efek jera pelaku.
Untuk memahami fenomena sosial seperti 4S, Wolfe dan Hermanson (2004) mengkonstruksi Fraud Diamond Theory yang dikembangkan dari teori sebelumnya yaitu Fraud Triangle Theory (Cressey, 1953).
Teori Fraud Diamond menambahkan satu elemen penting yaitu Capability (kemampuan) sehingga terdapat empat faktor utama yang mendorong seseorang melakukan kecurangan. Keempat faktor meliputi tekanan, kesempatan, rasionalisasi dan kapasitas.
Faktor pertama, tekanan merupakan motivasi atau dorongan seseorang untuk melakukan fraud dalam bentuk tekanan finansial seperti utang, gaya hidup mewah, kebutuhan mendesak. Tekanan pekerjaan seperti target yang terlalu tinggi, tuntutan kinerja, tekanan manajemen.
Tekanan pribadi yakni masalah keluarga, kebiasaan buruk (perjudian, kecanduan), gaya hidup berlebihan. Kesempatan sebagai faktor kedua adalah kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan tindakan fraud.
Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kesempatan antara lain lemahnya sistem pengendalian internal, tidak adanya atau lemahnya pengawasan, posisi atau jabatan seseorang yang memungkinkan untuk mengakses atau mengatur sumber daya organisasi.
Faktor ketiga, rasionalisasi adalah pembenaran atau justifikasi yang dibuat oleh pelaku untuk merasa bahwa tindakannya tidak salah atau dapat diterima secara moral. Misalnya merasa tidak dihargai secara adil oleh organisasi, meyakinkan diri bahwa tindakan tersebut hanya sementara dan akan segera dihentikan, menganggap tindakan fraud sebagai “pinjaman sementara” dan akan segera dikembalikan dan merasa bahwa tindakan fraud dilakukan karena keadaan mendesak yang “terpaksa” dilakukan.
Memanipulasi Informasi
Terakhir, capability merupakan kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh pelaku untuk menjalankan tindakan fraud. Kemampuan itu mencakup posisi atau jabatan tinggi dalam organisasi, kemampuan memahami sistem organisasi secara mendalam, keterampilan teknis yang baik untuk menyembunyikan atau memanipulasi informasi, kepercayaan diri tinggi dan kemampuan untuk menekan atau memengaruhi orang lain dan kemampuan mengatasi stres atau ketakutan untuk tertangkap.
Sri Ulfa dkk tahun 2020 meneliti perilaku menyimpang khususnya terkait passobis terhadap 100 generasi Z di Kabupaten Sidrap yang telah terpapar. Sri Ulfa adalah seorang generasi Z asal Sidrap yang merasa terpanggil untuk memberi masukan kepada pemangku kepentingan melalui jalur riset.
Hasil riset terhadap faktor tekanan menunjukkan bahwa generasi Z di Sidrap melakoni Passobis sebagai pekerjaan karena gaya hidup konsumtif Generasi Z (79%). Selain itu, tekanan eksternal berupa sulitnya mencari pekerjaan dan kondisi ekonomi tidak stabil masing-masing sebesar (49%).
Pengaruh faktor kesempatan ditunjukkan bahwa lemahnya pengawasan (83%) dan sikap permisif masyarakat Sidrap terhadap praktek sobis (84%) menciptakan rasa aman bagi pelaku untuk terus melakukan sobis.
Sebanyak 80% Generasi Z di Sidrap merasionalisasi bahwa sobis adalah pekerjaan karena menghasilkan pendapatan dan banyak orang melakukannya. Namun demikian, secara etis dan hukum Generasi Z Passobis tetap mengakui bahwa sobis salah secara moral (97%) dan ilegal (99%).
Faktor terakhir yang jika diintervensi sejak dini dapat menjadi tindakan mengeliminasi praktek sobis, yakni kemampuan komunikasi yang baik (75%), penguasaan teknologi (73%) serta kemampuan berbicara dalam berbagai aksen bahasa (60%) menjadi faktor pendukung utama Generasi Z Sidrap melakukan sobis.
Temuan ini menunjukkan bahwa ada persoalan besar yang sedang dan akan tetap menjadi trend di masa yang akan datang sehingga menjadi pekerjaan rumah bersama bukan hanya oleh pemerintah daerah (kepala daerah melalui SKPD) tetapi juga masyarakat.
Secara proporsional pengawasan harus dilakukan mulai dari lingkungan keluarga kemudian masyarakat dengan tidak memberikan ruang bagi pelaku melakukan praktek serupa. Untuk faktor tekanan dengan memberikan edukasi literasi keuangan digital dan dukungan kesehatan mental serta work-life balance.
Faktor opportunity melalui edukasi penguatan cybersecurity dan pembatasan akses data sensitif. Faktor rasionalisasi melalui kampanye anti-fraud digital yang interaktif dan pendidikan integritas digital via media sosial. Faktor kemampuan melalui penyaluran kemampuan digital ke aktivitas positif. *
Penulis, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas yang juga putra kelahiran Sidrap, Sulawesi Selatan
Mursalim Nohong
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com