JAKARTA, jurnal-ina.com – Diskusi mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia terus menjadi perhatian berbagai pihak, khususnya di tengah transisi kepemimpinan nasional. Para tokoh publik seperti Mahfud MD, Sudirman Said dan Adrian Wijanarko mengungkapkan pandangan mereka terkait harapan, tantangan dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi persoalan ini. Universitas Paramadina bekerjasama dengan Institut Harkat Negeri mengadakan diskusi dengan tema “Ragu Kebijakan Pemberantasan Korupsi” pada Kamis (21/11/2024)
Mahfud MD menyampaikan bahwa meskipun ada keraguan, setiap pergantian pemerintahan membawa harapan baru. Namun, dia menyoroti memburuknya praktek korupsi di Indonesia, kini melibatkan semua lini pemerintahan—eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga birokrasi.
“Kita melihat adanya redistribusi kekuasaan pada setiap pergantian kepemimpinan, tetapi seringkali hasilnya justru menjadi peluang baru untuk kongkalikong. DPR, misalnya, kini penuh dengan praktek korupsi yang dahulu tidak terlihat pada era Orde Baru,” tegas Mahfud.
Dia juga menyoroti perlunya tindakan konkret dari pemerintahan baru untuk mewujudkan janji-janji pemberantasan korupsi. “Komitmen, konsistensi dan ketegasan harus menjadi pilar utama, bukan hanya janji semata,” tambahnya.
Sudirman Said menyoroti data mengkhawatirkan terkait korupsi, dengan lebih dari 1.600 kasus ditangani KPK sejak 2004 hingga 2024. Dia juga menyoroti keterlibatan para pejabat tinggi, mulai dari anggota parlemen, menteri, gubernur, hingga hakim, dalam kasus-kasus korupsi.
“Korupsi telah menjadi ancaman besar bagi keuangan negara. Studi menunjukkan bahwa lebih dari 30% hingga 40% APBN bocor akibat korupsi,” ungkapnya.
Namun, dia juga menekankan bahwa setiap pergantian kepemimpinan, termasuk di era Presiden Prabowo, memberikan harapan baru, terutama dengan janji untuk mengkaji ulang anggaran dan mengirimkan pasukan pemburu koruptor.
Mendukung Pidato Inspiratif
Namun demikian, Sudirman mengingatkan pentingnya langkah nyata untuk mendukung pidato-pidato inspiratif. “Kunci keberhasilan adalah mengembalikan fungsi kepemimpinan sebagai teladan. Dengan hukum dan regulasi yang sudah tersedia, tinggal komitmen dari para pemimpin untuk mewujudkannya,” tuturnya.
Selanjutnya, Adrian Wijanarko menyoroti tantangan konflik kepentingan di dalam kabinet yang saat ini didominasi oleh kalangan partai politik. Dia juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Sebanyak 65,7% generasi muda menginginkan Indonesia yang menjunjung supremasi hukum dengan sistem antikorupsi yang kuat. Partisipasi mereka dalam gerakan antikorupsi menjadi kekuatan baru untuk menciptakan pemerintahan yang bersih,” ujar Adrian.
Dia juga menekankan bahwa kepemimpinan yang berintegritas harus menjadi teladan utama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi menciptakan konflik kepentingan dan korupsi.
Ketiga tokoh sepakat bahwa tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan komitmen, konsistensi dan langkah nyata dari pemerintah. Selain itu, keterlibatan masyarakat, terutama generasi muda, menjadi kunci penting untuk mengubah norma sosial dan menciptakan budaya antikorupsi.
Melalui kepemimpinan yang tegas dan berintegritas, didukung oleh regulasi yang kuat, Indonesia dapat membangun pemerintahan yang transparan dan akuntabel demi mencapai kemakmuran bersama.
UP – Endot Brilliantono
Diskusi mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia diadakan bersama antara Universitas Paramadina dengan Institut Harkat Negeri. Foto: UP.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com