CIKAMPEK, jurnal-ina.com – Sistem pertanian terintegrasi (integrated farming system), yang mengelola potensi pertanian dari hulu ke hilir, dianggap model yang pas untuk ditiru petani dan peternak, maupun koperasi sektor pangan.
Tak hanya dinilai bisa meningkatkan kesejahteraan petani, integrated farm ini juga diyakini mampu memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki, saat ini Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) juga tengah memprioritaskan untuk mendorong pengembangan koperasi-koperasi pangan.
Integrated Farming System merupakan sistem pertanian dengan upaya memanfaatkan keterkaitan antara tanaman perkebunan, pangan, hortikultura, hewan ternak dan perikanan, untuk mendapatkan agro ekosistem yang mendukung produksi pertanian (stabilitas habitat), peningkatan ekonomi dan pelestarian sumber daya alam.
“Ini semacam menciptakan sirkulasi ekonomi. Yang saya lihat contohnya ada di Mas Ihsan Farm ini dalam 1 hektar saja bisa menghasilkan omzet hingga Rp12 miliar per tahun. Kalau model seperti ini diadopsi, bukan hanya petaninya yang sejahtera, tetapi juga menjaga ketahanan pangan kita,” ucap Menteri Teten dalam kunjungannya ke peternakan Mas Ihsan Farm di Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (5/2/2022).
Mendampingi ialah Sekretaris KemenKopUKM Arif Rahman Hakim, Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi dan Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Hanung Harimba Rachman.
Menteri Teten menjabarkan, peternakan merupakan subsektor yang memberi kontribusi pada perekonomian nasional serta mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan.
Menteri meninjau pengolahan pangan di peternakan Mas Ihsan Farm Cikampek, Jawa Barat
Sektor ini menyumbang kontribusi sebesar 16,04%, terhadap total PDB sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Pada triwulan II-2021, meningkat 7,07% yoy. Sementara dari data SUTAS BPS 2018 mencatat, bahwa dari 27,6 juta pelaku usaha di sektor pangan, 48,9% atau 13,5 juta pelaku usaha begerak di sektor peternakan.
Sektor perternakan terdiri dari tiga komoditas utama yaitu 49,3% ayam atau 6,7 juta pelaku usaha, 34,2% sapi potong atau 4,6 juta pelaku usaha, dan 22,5% kambing atau 3 juta pelaku usaha.
“Tapi tantangannya dewasa ini, masih banyak skala usahanya masih kecil-kecil dan perorangan. Sekitar 90% dari pelaku usaha perunggasan di Tanah Air merupakan peternak unggas mandiri/perorangan, sehingga sulit menghadapi persaingan dengan konglomerasi peternakan,” sebut Teten.
Terkait model integrated farm yang diterapkan Mas Ihsan Farm, Teten memastikan akan mengajak sang pemilik, Sri Darmono Susilo untuk menjadi inkubator mitra kementerian, melalui program inkubator usaha yang ada di LPDB-KUMKM.
“Segera secepatnya setelah dari sini saya instruksikan dan koordinasi dengan Sekretaris KemenKopUKM Pak Arif. Kami ajak Mas Ihsan Farm untuk mengembangkan model pertanian integrasi bersama inkubator di LPDB. Yang pasti tahun 2022 ini sudah harus jalan,” tegas Teten Masduki.
KemenKopUKM katanya, kian memperkuat korporatisasi peternak sebagai bagian program besar kementerian dalam pengembangan koperasi di sektor produksi. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mendorong korporasi sektor pangan.
Ternak sapi mengkonsumsi rumput yang dibudidayakan secara terintegrasi
“Di mana peternak yang skala usahanya masih kecil-kecil dan perorangan dapat berbisnis dalam skala ekonomi dan lebih efisien, sehingga kesejahteraannya meningkat,” imbuhnya.
Pertanian Mas Ihsan Farm
Founder dan Owner Mas Ihsan Farm Sri Darmono Susilo menceritakan, usaha pertanian dan pertanian yang dimilikinya berdiri sejak 1993. Saat ini hasil pertanian dan peternakan yang menerapkan model integrated farming system ini mampu menghasilkan omzet Rp8-11 miliar per bulan.
Darmono mengelola total lahan berukuran 20 ha yang menghasilkan aneka produk. Mulai dari pangan, energi (biogas), pakan ternak, hingga pupuk organik (asam humat).
“Kalau cuma dari dari seekor sapi atau domba, hanya menghasilkan pendapatan tak lebih dari 30% saja. Tapi, jika dengan peternakan terintegrasi dengan sistem Closed-Loop akan menghasilkan banyak produk yang memiliki nilai ekonomi jauh lebih tinggi,” jelas Alumnus Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Dari seekor sapi, 30% hanya menghasilkan energi dan daging. Sedangkan 70% lainnya menghasilkan biogas, pakan dan pupuk kompos. Yang paling mahal adalah menghasilkan bibit atau sel sapi (sperma dan sel telur).
“Namun yang terpenting dalam pengelolaan model pertanian integrated farm ini letaknya pada kemampuan SDM menghubungkan antar elemen yang ada. Sehingga diharapkan benar-benar dipelajari secara menyeluruh dan mendalam,” imbaunya.
MULIA GINTING – ERWIN TAMBUNAN
“Kami ajak Mas Ihsan Farm untuk mengembangkan model pertanian integrasi bersama inkubator di LPDB. Yang pasti tahun 2022 ini sudah harus jalan,” tegas Teten Masduki. Foto: Ali Imron Rasidi